“Penilaian salah dan benar akan menjadi sangat subjektif tergantung dengan kepentingan sang penilai. Ahh... manusia mana yang tak punya kepentingan bahkan seekor anjing pun punya kepentingan”
Hampir dua tahun aku menginjak tempat yang ku anggap sangat asing. Pendidikan memaksaku untuk meninggalkan kota asal aku di lahirkan. Takdir manusia memang siapa yang tahu, tiga tahun yang lalu sama sekali tak terfikirkan akan menginjak kota ini namun, sekarang aku hampir hapal seluk beluk jalan di kota ini. Sebenarnya yang aku khawatirkan bukanlah beradaptasi dengan lingkungan yang baru, aku yakin beradaptasi dengan suasana yang baru tak begitu sulit ada hal yang jauh lebih sulit dari itu. Kekhawatiran ku memang tertumpu pada manusia-manusia baru yang ku kenal di kota asing ini. Manusia memang makhluk yang rumit, semakin aku merasa mengenalinya semakin pula aku tak tahu tentangnya, ahh.. andai keegoisan manusia tidak lebih besar dari cita-citanya mungkin tak akan terlalu sulit.
Setahun terakhir aku aktif dalam organisasi kampus, mengisi waktu yang sangat luang dengan kegiatan organisasi, cukup menyenangkan dan bermanfaat. Bertemu dengan berbagai macam karakter manusia menjadi tantangan tersendiri, aku cukup mengerti konflik terbesar dalam hidupku akan ku ciptakan bersama manusia yang aku kenal, maka aku harus berhati-hati bersikap walau tak juga harus berubah bukan menjadi diriku sendiri, karena sedikit banyak aku cukup paham dengan karakterku. Manusia tak akan semudah itu mengerti sifat satu sama lain karena manusia tetaplah makhluk yang mempunyai keegoisan lebih tinggi ketimbang cita-citanya.
Mengenal lebih lama satu sama lain bukanlah jaminan diantaranya semakin saling memahami, justru sebaliknya akan membuat keadaan lebih sensitif. Mungkin teoriku tak berlaku untuk semua kehidupan manusia namun, setidaknya sudah banyak yang merasakan. Penilaian salah dan benar akan menjadi sangat subjektif tergantung dengan kepentingan sang penilai. Ahh... manusia mana yang tak punya kepentingan bahkan seekor anjing pun punya kepentingan untuk dapat bertahan hidup. Hidup bersama dengan jutaan kepala yang berbeda, bukanlah masalah bagi sebagian orang, bagi sebagiannya lagi dapat mengatasinya dan bagi sebagiannya lagi akan menjadi masalah besar.
Aku sedang melalui fase-fase awal dari masalah yang lebih besar di kemudian. Aku cukup dapat membaca kehidupanku kedepan, penuh dengan konflik dan penuh dengan masalah baik yang di ciptakan oleh manusia lain atau diri sendiri, yahh.. masalah-masalah manusia seperti yang lainnya juga, cukup klasik. Sejarah panjang manusiapun tak lepas dari masalah-masalah yang sama seperti yang sedang ku rasakan, walau masalah ini baru pertama ku lalui namun cukup membosankan. Berhadapan dengan segala sesuatu hal yang sangat berpotensi menjadi masalah hidup adalah takdir setiap manusia, jadi mengapa aku harus mengeluh seakan akan hanya diriku saja yang mendapat cobaan ini. Oh God betapa tololnya diriku, mengeluhkan hal yang pasti di alami setiap manusia. Terlepas dari hal persetan bernama “masalah” aku cukup menikmati hidup menjadi diriku. Jadi sebenarnya apa yang sedang ku keluhkan?
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar