Bukan karena
gelombang hal yu sedang besar-besarnya di Indonesia alasan saya meriview film
Korea Selatan ini, karena jujur saya tak begitu senang ikut mengandrungi budaya
Korea yang sedang dipuja-puja sekarang. Film Korea selatan ini bukan tentang
drama cinta-cinta’an yang sedang merebak di kalangan remaja tanah air, film ini
tentang perjuangan, persahabatan lewat olah raga ping pong dan yang lebih utama
dari film ini adalah merubah pandangan penonton akan hubungan Korea utara dan
Korea selatan.
Berawal dari
Hyeong Jeong Hwa, pemain ping pong putri terhebat se-Korea selatan, dalam China
Asians Games tahun 1990 berhasil mengalahkan Lee Bun Hwi pemain ping pong putri
dari Korea utara di semi final. Lalu di final Hyeong Jeong Hwa harus bertemu
utusan China yang sudah lima kali berturut-turut mendapatkan medali emas dan
benar saja Korea selatan harus bertekuk lutut dari China. Hyeong Jeong Hwa
harus puas dengan mendapat medali perak.
Enam bulan
kemudian Kejuaraan
Dunia Tenis Meja di Chiba, Jepang di mulai, Hyeon Jeong Hwa berlatih keras
untuk mendapatkan medali emas. Hyeon Jeong Hwa digambarkan sebagai perempuan
muda cantik berkarakter kuat dan mempunyai tekat yang keras untuk memenangkan
medali emas. Ia juga berjanji akan merubah warna perak dalam medalinya menjadi
emas untuk bapaknya yang sedang tergolek sakit tak berdaya.
Sebelum keberangkatan ke Jepang tempat berlangsungnya pertandingan, Hyeon Jeong Hwa dan tim ping pong Korea selatan dikagetkan dengan keputusan negara Korsel untuk mengabungkan tim ping pong Korea selatan dan tim ping pong Korea utara, sontak hal tersebut menjadi permasalahan bagi tim Korea selatan, namun tentu saja mereka tak bisa berbuat apa-apa karena penggabungan tersebut adalah keputusan negara.
Sesampainya
di bandara Narita Jepang, tim Korea selatan dan Korea utara bertemu. Hal yang
menurut saya menarik terjadi di adegan ini, adalah bagaimana perbedaan kedua
tim tersebut, Korea selatan dengan tim yang terlihat santai dan sangat akrab
satu sama lain, sedangkan tim korea utara terlihat disiplin berbaris, tanpa
ekspresi wajah dan sangat menuruti pengawasnya, perbedaan budaya terlihat
kental antar dua Korea,
Korea selatan dengan liberalnya dan utara dengan
komunisnya.
Awalnya
kedua tim memang sangat sulit untuk dapat bersatu dan sering terjadi cekcok
satu sama lain, namun dengan berjalannya waktu dengan adanya terjadi hubungan
asmara dan lain-lain membuat kedua tim menjadi sangat erat hubungannya,
terutama antara Hyeon Jeong Hwa dan Lee Bun Hwi kedua pemain ping pong putri
terbaik di negaranya.
Ada salah
satu adegan menarik dalam film ini, ketika salah satu pemain Korea Selatan
menghina presiden Korea utara. Salah satu pemain Korea utara tak terima dengan
penghinaan presidennya tersebut dan sampai ingin menusuk leher pemain Korea
selatan dengan sumpit. Terlihat bahwa betapa rakyat Korea begitu mencintai
pemimpinnya dimanapun berada bahkan ada adegan yang menyerukan agar salah satu
pemain Korea utara untuk pindah ke Korea selatan yang lebih bebas namun, pemain
Korea utara tersebut menolaknya karena ia mencintai tanah airnya.
Film ini di
angkat dengan apik oleh sutradara Moon Hyun Sung, tak lupa detail akan suasana dan gaya hidup tahun
90’an sangat terasa, bahkan awalnya saya mengira film As One adalah film lama.
Sayang, akting para pemeran terasa begitu berlebihan terutama di scene
terakhir, ekspresi tersebut begitu menganggu buat saya dan merontokan jalannya
cerita yang sudah berjalan baik apalagi dengan pengambilan gambar yang terkadang
terlalu dekat dengan wajah. Secara keseluruhan film As One sangat layak untuk
di tonton dan film ini pun aman di tonton bersama keluarga, dimana film ini
menyampaikan bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk menang.
Tweet |
merubah = menjadi rubah? kok bisa?
BalasHapusartikel menarik film as one merubah pandangan
BalasHapusitu pemainnya gil ra im yang di secret garden bukan yaa ?
BalasHapus